Raut tua menghias wajah pak tua.
Dia berbicara dengan bahasa yang sedikit kumengerti.
Ini kotanya, dan walaupun sudah 4 tahun, aku belum juga bisa berbicara dengan bahasa kota ini.
Aku cuma menangkap beberapa hal dari apa yang dibicarakan pak tua.
Keluhan.
Raut muka dan nada bicaranya setidaknya kutangkap sebagai sebuah keluhan.
Dan aku mengerti kenapa dia mengeluh.
Dia menanggung beban yang cukup besar bagi keluarganya.
Sesekali ia menghitung hasil jerih payahnya hari itu.
Sesekali wajahnya lesu melihat betapa sepinya jalan ini.
Karena jalanan sepi berarti kesialan baginya.
Dalam kendaraan ini hanya aku selain pak tua.
Dalam hatiku berbicara, kemana sekiranya orang-orang dikota ini.
Tak ada satupun dari mereka yang naik kendaraan ini.
Sebenarnya aku adalah orang yang sangat tidak menyukai macet.
Tapi kali ini seperti aku menyukai hal-hal yang menghambat perjalananku
Maksudku bukan macetnya, tapi menunggu ada orang yang ikut naik kendaraan pak tua.
Aku sudah sampai ditujuanku, dan sepertinya aku orang terakhir yang ada dikendaraan itu.
Aku sengaja melebihkan ongkosku hari itu, berharap itu bisa membantu pak tua semangat lagi.
Menunggu, menunggu orang-orang dikota ini untuk menggunakan jasa pak tua itu..
Dan semoga Tuhan memberkati keluarga pak tua ini.
Raut tua menghias wajah pak tua. Dia berbicara dengan bahasa yang sedikit kumengerti. Ini kotanya, dan walaupun sudah 4 tahun, aku belum j...
About author: owlcean street
Solo-Traveller | Reader | A Ghost
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment