Dia menggigit tepi bibir tipisnya ketika melihatku. Apa aku tampak seperti sebatang cokelat? Mengapa pandangan menggoda itu seakan me...

Gadis


Dia menggigit tepi bibir tipisnya ketika melihatku.
Apa aku tampak seperti sebatang cokelat?
Mengapa pandangan menggoda itu seakan memberiku pukulan telak tak terhindarkan.
Aku bilang tidak. Kau hanya gadis yang masih perlu belajar dan membekali dirimu dengan hal berguna.
Aku melanjutkan langkah kakiku menuju taman tempat biasaku menulis.
Tapi tidak. Dia mengikutiku dan tepat dibelakangku.
Aku menoleh kepadanya dan bertanya apa yang sedang dia lakukan.
Dia tidak berkata apa-apa dan tetap berlaku menggoda seakan aku adalah daging panas yang siap disantap.
Aku bilang pergilah. Carilah seseorang diusiamu yang bisa kau ajak kencan.
Dia tidak menggubris kata-kataku.
Oke, aku tidak akan mengindahkannya.
Aku sudah sampai ditaman tempat biasa aku menulis.
Dan aku tahu dia duduk disana hanya untuk melihat.
Dia cuma seorang gadis. Yasudahlah, Fuck that face!
Aku mulai menulis, melanjutkan tulisanku kemarin.
******
Terlalu asik menulis membuatku tidak merasakan waktu sudah berlalu sekitar dua jam.
Dan sebentar lagi hari mulai gelap.
Aku segera membereskan peralatan tulisku dan, oh tidak.
Gadis itu masih disana. Masih menatapku.
Aku ingin sekali memarahi dan memakinya untuk sikap tidak cocoknya dia itu dengan umurnya.
Bukankah seharusnya dia saat ini sedang latihan menari balet,
atau bermain truth or dare bersama gadis-gadis lain seumuran dia, atau apapunlah daripada membuntutiku.
Aku tidak kesal aku cuma merasa lucu.
Aku mendatanginya dan berkata pulanglah. Mungkin ibumu mencarimu.
Seketika dia menarik tanganku dan mengeluarkan sesuatu dari saku jaket hitamnya itu.
Setangkai mawar. Dia menaruhnya ditanganku.
Tanpa bicara dia berjalan pulang.
Aku heran dan merasa lucu. Ingin tertawa.
Apa gerangan aku mendapatkan setangkai mawar dari seorang gadis berumur setengah dari umurku.
Haha.
Yasudahlah.
Dia cuma seorang gadis muda yang baru kenal dunia.

0 komentar: