Apakah masih menjadi mimpi?
Tanganku bergerak cepat mengetikkan kalimat-kalimat. Berusaha mencari sesuatu yang belum kuketahui sebelumnya. Adalah keajaiban para jenius menciptakan internet beberapa tahun yang lalu, jadi membaca buku hanya menjadi alternatif dengan presentase yang kecil. Jemariku terasa lelah namun tak mau berhenti. Mataku tetap terpusat pada layar 14 inch dihadapanku. Membaca semua informasi yang kubutuhkan.
Tiba-tiba aku terdiam pada satu sentakan waktu disaat aku sedang mem-browsing hal-hal itu. Pikirannku menerawang pada mimpi anak laki-laki 18 tahun yang menyatakan pada dunia saat itu bahwa ia ingin menaklukkannya. Ia ingin berjalan mengelilingi dunia dan membuat petualangannya sendiri. Anak laki-laki itu begitu optimis dan tak pernah mempedulikan apa kata dunia tentang impiannya. Ia harus melangkahkan kakinya kemanapun ia bisa dan harus selalu menaruh tanda dimana ia telah bersinggah yang dalam pikirannya ini ditujukan untuk anak-anaknya kelak, bahwa ia adalah seorang petualang.
Suatu saat ketika ia sudah mantap untuk mulai menjelajah dan dan berpetualang pada dunia yang sesungguhnya, ia dipertemukan dengan sesuatu hal yang entah bagaimana kekuatannya hal itu mampu menelannya hidup-hidup. Hal itu mampu mengalihkan pikirannya dan perlahan namun pasti ia mulai melupakan impiannya. Ia tak lagi menjadi seorang berjiwa petualang yang tangguh, bahkan ia belum memulai perjalanannya. Hidupnya terhenti disuatu tempat itu saja selama kurang lebih 52 tahun sisa hidupnya kemudian. Hal itu bernama "Cinta"
Kini anak laki-laki itu sudah bukan lagi seorang anak laki-laki berusia 18 tahun. Rambut yang tumbuh dikepalanya tampak mulai banyak yang hilang dan berubah warna putih. Kulit tangan dan muka mengendur memperlihatkan betapa rentanya ia. Tiba-tiba ia teringat impiannya yang dulu pernah ia miliki. Impian yang tak pernah ia usahakan untuk ia wujudkan ketika ia bertemu hal lain itu. Ia bertanya pada dirinya. Kalau saja ia saat itu tetap pergi berpetualang dan melupakan hal yang ditemuinya kala itu, apakah ia akan tetap bahagia seperti saat ini? Apakah saat ini ia bahagia? Lalu bagaimana dengan mimpinya yang lalu? Ia bahkan tak punya waktu lagi, karena esok dia mungkin akan mati.
Aku tiba-tiba kaget dengan bunyi laptopku yang mengumumkan bahwa sedang dalam kondisi Lowbat. Aku buru-buru membereskan laptopku, mematikannya dan segera bergegas meninggalkan perpustakaan itu. Alih-alih memikirkan lamunanku tentang anak laki-laki tadi, aku menjadi teringat akan mimpiku sendiri. Aku bertanya pada diriku sendiri apa yang akan aku lakukan ketika aku bertemu hal yang sama dengan anak laki-laki dalam lamunanku tadi. Aku harus mempersiapkan diri, karena sepertinya waktunya tidak mungkin terlalu lama lagi.
0 komentar:
Post a Comment